Saturday, 30 April 2016
Penemuan Situs Sangiran
Situs Sangiran adalah sebuah kompleks situs fosil manusia purba dari Kala Pleistosen yang paling lengkap dan paling penting di Indonedia dan bahkan di dunia. Lokasi tersebut merupakan pusat perkembangan manusia dunia yang memberikan petunjuk tentang keberadaan manusia sejak 150.000 tahun yang lalu. Situs Sangiran memiliki luas kurang lebih 48 km persegi dan sebagian besar berada dalam wilayah administrasi Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, 17 kilometer sebelah utara Kota Surakarta, di lembah Bengawan solo dan di kaki Gunung Lawu. Ada sebagian lagi yang merupakan baguan dari Kabupaten Karanganyar (Kecamatan Gondangrejo).
Situs Sangiran pertama kali ditemukan oleh P.E.C Schemulling tahun 1864 dengan laporan penemuan fosil vertebrata dari Kalioso, bagian dari wilayah Sangiran. Namun, sejak dilaporkan oleh Schemulling, situs itu seolah-olah terlupakan dalam waktu yang lama.
Eugene Dubois juga pernah aktif melakukan eksplorasi pada akhir abad ke-19, namun tidak terlalu instensif karena kemudian ia mrmusatkan aktivitas di kawasan Trinil, Ngawi. Sejak tahun 1934, ahli antropologi Gustav Heinrich Ralpg Von Koeningswald atau yang lebih dikenal dengan G.H.R. Von Koeningswald memulai penelitian di area tersebut, setelah mencermati laporan-laporan berbagai penemuan balung buta (Jawa; balung buta artinya tulang raksasa) oleh warga dan diperdagangkan. Saat itu perdagangan fosil mulai ramai akibat penemuan tengkorak dan tulang paha Pithecanthropus erectus (Manusia Jawa) oleh Eugene Dubois di Trinil, Ngawi, tahun 1891.
G.H.R. Von Koeningswald dengan dibantu oleh Toto Marsono, pemuda yang kelak menjadi Kades Krikilan, setiap hari meminta penduduk untuk mencari balung buta yang kemudian ia bayar. Pada tahun-tahun berikutnya, hasil penggalian menemukan berbagai fosil Homo erectus lainnya. Ada sekitar 60nlebih fosil Homo erectus atau Hominid lainnya dengan variasi yang besar, termasuk seri Meganthropus palaeojavanicus, telah ditemukan di situs tersebut dan kawasan sekitarnya.
Selain manusia purba, ditemukan pula berbagai fosil tulang belulang hewan-hewan bertulang belakang (Vertebrata), seperti buaya (kelompok Gavial dan Crocodilus), Hippopotamus (Kuda nil), berbagai rusa, harimau purba, dan gajah purba (Stegodon).
Penggalian oleh tim G.H.R. Von Koeningswald berakhir pada tahun 1941. Koleksi-kokeksinya sebagian disimpan di bangunan yajg didirikannya bersama Toto Marsono di Sangiran yang kemudian menjadi Museum Purbakala Sangiran, tetapi koleksi-koleksi pentingnya dikirim ke kawannya di Jerman, Franz Weidenreich untuk diteliti lebih lanjut.
Eksistensi Sangiran sebagai salah satu situs praaksara tidak bisa dianggap sebelah mata. Sangiran tidak hanya mampu memberikan gambaran mengenai evolusi fosok semata, namun juga gambaran mengenai rvolusi budaya dan lingkungan. Fosil-fosil hominid, fauna, dan alat-alat bantu dengab kualitas dan kuantitas yang prima telah ditemukan di situs ini dalam suatu seri geologis-strategis yang diendapkan tanpa terputus selama lebih dari 2 juta tahun. Oleh karena itu, Sangiran tampil sebagai situs yang sangat penting bagi pemahaman evolusi manusia secara umum, tidak hanya untuk kepentingan nasional, tetapi juga telah dianggap sebagai pusat evolusi manusia di dunia. Hal ini pula yang menjadikan Sanguran ditetapkan sebagai bagian dari World Heritage List oleh UNESCO No. 593 sejak tanggal 5 Desember 1996.
Label:
Sejarah
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment